"MENEPIKAN" AMIEN RAIS

Pelaksanaan Kongres Partai Amanat Nasional (PAN) ke- V yang dilaksanakan di Kota Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara beberapa waktu lalu, cukup menarik untuk disimak dalam dinamika peta politik untuk menentukan Ketua Umum sebagai komando tertinggi dalam struktur partai politik di tingkat pusat. Tidak sekedar menjalankan roda organisasi, tetapi juga akan menentukan arah dan sikap partai terutama dalam mengambil peran dan posisi terhadap pemerintah. Koalisi, oposisi, atau berada ditengah-tengah keduanya. Dilihat dari perjalanan sikap PAN selama ini, situasi dan kondisi dimainkan dalam mencari peluang demi keberlangsungan matahari untuk terus bersinar. Pada Pemilihan Presiden tahun 2014, PAN mendukung pasangan Prabowo-Hatta Radjasa sebagai calon presiden dan wakil presiden. PAN berada pada barisan Koalisi Merah Putih bersama dengan Gerindra, PKS, PPP, PBB dan Partai Golkar. Meskipun calon yang didukung kalah, namun konsekuensi dari perjuangan tersebut, salah seorang kader PAN Zulkifli Hasan terpilih dan berhak menduduki sebagai ketua MPR RI. Seiring berjalan waktu, ke_solid_an koalisi Merah Putih berada pada posisi rapuh, PAN mengambil posisi berada pada satu perjuangan bersama pemerintah. Mengikuti langkah PPP dan Golkar yang terlebih dahulu bergabung. Konsekuensinya pun salah seorang kader PAN, Asman Abnur menduduki posisi sebagai salah seorang menteri di kabinet Jokowi-Jusuf Kalla. Hampir 2 tahun berselang, situasi dan kondisi jua yang memaksakan, posisi menteri dicopot dari kader PAN ketika sikap tidak lagi seiring dan sejalan dengan pemerintah. Syukur dan alhamdulillahnya, penarikan kader PAN dari posisi menteri berjalan mulus. Asman Abnur memilih untuk mengikuti arahan partai dan tidak melakukan perlawanan untuk tetap berada di kabinet Jokowi-Kalla. Tak menimbulkan perdebatan dan perpecahan antar kader. Amien Rais sebagai tokoh sentral saat itu, melakukan manuver-manuver mengkritisi kebijakan pemerintah yang dianggap tidak berpihak kepada rakyat dan umat. Kadang-kadang muncul sebagai garda terdepan menyuarakan semua itu. Meskipun bersuara sebagai rakyat biasa namun Amien Rais tidak bisa dilepaskan sebagai kader PAN yang mempunyai posisi kunci di partai matahari biru ini. Ketika ada gembor-gembor PAN mendukung pasangan Jokowi-Maruf Amin pada Pilpres 2019 yang lalu, Amien Rais lalu bermanuver melakukan pertemuan dengan Prabowo Subianto dan menyatakan PAN siap mendukung beliau sepenuhnya untuk maju sebagai calon presiden. Begitu kuatnya pengaruh Amien Rais dalam menentukan arah PAN. Namun pada pelaksanaan kongres yang lalu, sebagian kader atau voters “menepikan” Amien Rais dan berada pada posisi seberang jalan. Berbeda jauh pada pelaksanaan kongres sebelumnya, suara Amien Rais sangat menentukan kemenangan seorang calon Ketua Umum. Voters lebih condong mendukung calon yang direstui Amien Rais. Ketika Hatta Radjasa kembali mencalonkan diri sebagai Ketua Umum PAN untuk kedua kalinya, Amien Rais berada pada kubu mendukung Zulkifli Hasan. Persaingan saat itu sangat ketat. Hatta Radjasa yang waktu itu berada pada posisi “moncer”, pernah memegang jabatan menteri beberapa periode, besan SBY, ekonom handal, calon wakil presiden pula, ditunjang pula dengan kemapanan logistik tak bisa melawan seruan Amien Rais untuk mendukung Zulkifli Hasan. Istilah Ketua Umum Satu Periode mampu menghipnotis para voters. Zulkifli Hasan muncul menjadi pemenang dan berlayar menakhodai PAN untuk 5 tahun menjabat. Berbeda pada kongres kali ini, Mulfachri Harahap yang didukung Amien Rais hanya mampu memperoleh 225 suara, Zulkifli Hasan memperoleh 331 suara, sedangkan 6 suara diperoleh oleh Drajad Wibowo. Tidak saja itu, dari informasi yang berkembang posisi Majelis Pertimbangan Partai (MPP) yang selama ini dipegang oleh Amien Rais, saat ini dipercayakan kepada Hatta Radjasa. Pesaing Zulkifli Hasan pada kongres sebelumnya. Disamping itu, tradisi ketua umum satu periode pun tak mampu bertahan. Lenyap ketika para voters menginginkan Zulkifli Hasan menjabat untuk dua periode. Meskipun sebenarnya, tradisi ini perlu juga dipertahankan untuk memacu para kader menyiapkan diri pada kontestasi pemilihan ketua umum selanjutnya. Sehingga muncul kepemimpinan baru dengan gaya yang berbeda. Dan tradisi ini pun menjadi pembeda dengan partai lain yang lebih condong mempertahankan ketua umum selagi mampu bertahan sebagai sosok sentral yang menentukan. Dengan “menepikan” Amien Rais, terobosan sang besan, Zulkifli Hasan untuk membesarkan PAN menarik untuk diikuti. Apakah akan mengantarkan PAN sebagai partai besar dan memenuhi target pemilu 2024 mendatang atau malah “tercebur” pada posisi yang lebih fatal. Tidak mampu memenuhi target ambang batas dan tidak lagi ikut bersaing pada pemilu-pemilu berikutnya. Padam dan tak lagi menyinari Indonesia dalam segala situasi dan kondisi. Salam

Komentar