SEKUNTUM REVOLUSI DI NEGERI TUA
(PASCA MUNDURNYA HUSNI MUBARAK SEBAGAI PRESIDEN MESIR)

(Ditulis pada 13 Februari 2010)

Terjadinya revolusi di Mesir yang menuntut mundurnya Husni Mubarak sebagai presiden terinspirasi dari pergerakan rakyat yang terjadi di Tunisia yang telah lebih dahulu berhasil menumbangkan Zin el-Abidine Ben Ali dari kursi kepresidenan. Pergerakan rakyat yang menuntut presidennya mundur di Tunisia semakin membesar ketika Muhammad Bouazizi yang merupakan pedagang buah kaki lima di kota Sidi Bouzin melakukan aksi bakar diri.

Keberhasilan rakyat Tunisia menumbangkan pemimpinnya menjalar ke negara Mesir yang di pimpin Husni Mubarak selama hampir 30 tahun. Gelombang pergerakan rakyat yang turun ke jalan-jalan menyuarakan agar Husni Mubarak mundur dari kursi kepresidenan semakin membesar walaupun sebenarnya juga berhadapan dengan pendukung Husni Mubarak yang tetap menginginkannya terus memimpin Mesir.

Memang, terjadinya revolusi semata-mata bukan di sebabkan situasi politik, kebebasan berbicara, menyampaikan pendapat dan agama tapi lebih kepada urusan perut dan tingginya harga-harga kebutuhan hidup (pangan) akibat harganya yang melambung dan sulitnya mendapatkan pekerjaan sehingga rakyat berada dalam situasi terjepit. Sedangkan kesenjangan sosial antara si miskin dan si kaya semakin melebar.

Di Mesir kurang lebih 40 persen dari 80 juta rakyatnya hidup dalam penderitaan dan 15 persen tergolong pengangguran. Sehingga rakyat menganggap mengganti kepemimpinan adalah salah satu cara untuk memberikan ruang kehidupan bagi mereka dan bisa memenuhi kebutuhan hidup melalui kebijakan-kebijakan yang dapat dirasakan manfaatnya oleh rakyat. Walaupun jalan yang ditempuh untuk mengganti kepemimpinan itu dilalui dengan jalan terjal yang terkadang mengorbankan harta dan nyawa seperti dengan turun-turun ke jalan yang tidak diatur dalam konstitusi Negara untuk memakzulkan kepemimpinan yang berkuasa.

Mesir yang merupakan citra modern negara arab, negara peradaban politik dan sebagai Negara tua (dilihat dari sejarah Fir’aun) di pimpin oleh seorang presiden dari kalangan militer yang mampu mempertahankan kursi kepresiden selama 30 tahun meskipun pada awalnya Husni Mubarak hanya ingin menjabat selama 2 periode atau 12 tahun semenjak di tetapkan sebagai Presiden Mesir pada tahun 1981. Namun kenikmatan jabatan dan kekuasaan, Husni Mubarak mampu mempertahankan kekuasaan tanpa ada yang bisa menghalangi.

Di sebagian Negara di dunia, gaya militerisme yang dijalankan oleh kepala negara hampir pasti menganut prinsip kediktatoran. Dheyna Hasiholan cs dalam bukunya Politik dan Kebebasan menyatakan bahwa hampir dipastikan paham militerisme menganut prinsip kediktatoran. “Satu hal yang pasti, diktator selalu menggunakan satu komando yang menindas rakyatnya sendiri secara sewenang-wenang. Kepemimpinan diktator bersifat otokratis dan absolut. Ia seringkali tidak dibatasi hukum, konstitusi atau faktor-faktor politik lain dalam Negara. Kepentingan pribadi lebih dominan daripada segala-galanya (37:2).”

Pada perang dunia I dan Perang Dunia II, paham kediktatoran adalah tiang penggantung rezim-rezim militer, system satu partai dan model-model otoriter lainnya dan pasca Perang Dunia II, diktator merupakan ciri khas rezim militer. Namun diktator ada juga yang mampu mewujudkan proses-proses yang demokratis dan tidak selalu menganut paham militer.

Begitu banyak pemimpin diktator dunia yang kita kenal sampai sekarang seperti Adolt Hitler (Jerman), Napoleon Bonaparte (Perancis), Josef Stalin (Uni Soviet), Benito Amilacare Andrea Musollini (Italia), Mao Zedong (Tiongkok), Kim II-Sung (Korea Utara) dan banyak lagi lainnya termasuk di Indonesia dibawah kekuasaan Soeharto selama 32 tahun.

Pasca runtuhnya rezim Husni Mubarak sebagai Presiden Mesir diharapkan mampu merubah situasi dan kondisi Negara yang selama ini dikekang dalam menjalankan hak dan kewajibannya sebagai warga Negara. Kebijakan-kebijakan yang dilahirkan pasca revolusi terutama dalam menentukan kepemimpinan lebih bersifat demokratis dan tidak melakukan kekerasan dalam mewujudkan keinginan. Ruang persaingan terbuka lebar dan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya terutama dalam bidang politik agar terlibat dalam pengambilan kebijakan untuk mencapai kemakmuran.

Seluruh elemen dirangkul untuk membangun terutama kalangan muda yang merupakan garis terdepan dalam menyuarakan aspirasi dan demontrasi serta rela turun ke jalan-jalan tanpa mengharapkan apapun kecuali sebuah revolusi agar presiden yang berkuasa sekarang mundur dari tampuk kekuasaan. Pada demonstrasi besar-besaran di Mesir yang dipusatkan di Tahriri Square di pelopori para kalangan muda dan berhasil mewujudkan impian tersebut meskipun Husni Mubarak mundur disampaikan oleh wakilnya Omar Sulaeiman di istana kepresidenan. Sebab bagaimanapun memberikan ruang dan kesempatan kepada kalangan muda untuk ikut terlibat aktif dalam membangun negara terutama dalam pengambilan kebijakan seperti di parlemen dan organisasi lainnya adalah salah suatu apresiasi yang sangat tinggi dari Negara. Inilah moment terpenting sepanjang sejarah rakyat Mesir.

Diharapkan Sekuntum Revolusi yang dipetik oleh rakyat selama 3 minggu yang dimulai pada tanggal 25 Januari hingga 11 Februari 2011 itu menebarkan bau harum yang menyebar seantero Mesir dan tidak hanya sebatas menumbangkan kepemimpinan semata tapi juga membawa manfaat dan kemakmuran bagi rakyatnya dan Mesir tetap menjadi ikon peradaban dunia arab modern sebagaimana yang terjadi pada masa lampau. Selamat!!

Ikhsan Fitra MW (Direktur Executive Camp Foundation IKHSAN FITRA MW dan Mantan Ketua Umum IPMAKUSI Pekanbaru)

Komentar